1. Pangeran Samudra yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah, tahun 1526 – 1545.
Nama
kecilnya Raden Samudra, Raja pertama
yang memeluk Islam. Raja
Banjar pertama sebagai perampas kekuasaan yang memindahkan pusat pemerintahan
di Kampung Banjarmasih yang menggantikan pamannya raja Pangeran Tumenggung
(Raden Panjang), menurutnya dia ahli waris yang sah sesuai wasiat kakeknya
Maharaja Sukarama (Raden Paksa) dari Kerajaan Negara Daha.
Dibantu
Mangkubumi Aria Taranggana. Baginda
memeluk Islam pada 24 September 1526. Makamnya di Komplek Makam Sultan
Suriansyah dengan gelar anumerta Sunan Batu Habang. Dalam agama lama, beliau
dianggap hidup membegawan di alam gaib sebagai sangiang digelari Perbata Batu
Habang.
makam Sultan Suriansyah di Kuin, Banjarmasin
2. Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah tahun 1545 - 1570
2. Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah tahun 1545 - 1570
Pemerintahannya
dibantu mangkubumi Aria Taranggana. Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah
dengan gelar anumerta Panembahan Batu Putih
3. Sultan Hidayatullah I bin Sultan Rahmatullah. Tahun 1570 - 1595
Pemerintahannya dibantu mangkubumi Kiai
Anggadipa.Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah dengan gelar anumerta
Panembahan Batu Irang. Puteranya Raden Bagus dilantik sebagai raja muda dengan
gelar Ratu Bagus, belakangan Ratu Bagus ditawan di Tuban oleh Sultan Mataram
dan baru dibebaskan pada masa Sultan Mustain Billah. Keturunan Sultan Hidayatullah I menjadi Datu-datu
Taliwang dan Sultan-sultan Sumbawa
4. Sultan Mustain Billah bin Sultan
Hidayatullah I tahun 1595
- 1620
Marhum
Penambahan yang dikenal sebagai Pangeran Kecil. Nama kecilnya Raden Senapati,
diduga ia perampas kekuasaan, sebab ia bukanlah anak dari permaisuri meskipun
ia anak tertua. Pemerintahannya dibantu mangkubumi Kiai Jayanagara, dilanjutkan
sepupunya Kiai Tumenggung Raksanagara.
Gelar
lain : Gusti Kacil/Pangeran Senapati/Panembahan Marhum/Raja Maruhum dan gelar
yang dimasyhurkan Marhum Panembahan. Oleh Suku Dayak yang menghayati Kaharingan
baginda dianggap hidup sebagai sangiang di Lewu Tambak Raja dikenal sebagai
Raja Helu Maruhum Usang. Keturunannya menjadi Raja-raja Banjar dan
Kotawaringin.
Sultan
inilah yang memindahkan Keraton Ke
Kayutangi, Martapura, karena keraton di Kuin yang hancur diserang Belanda pada
Tahun 1612
5.
Sultan
Inayatullah bin Mustainbillah tahun 1620 - 1637
Gelarnya
sebelum menjadi Sultan adalah Pangeran Dipati Tuha ke-1. Pemerintahannya
dibantu adiknya Pangeran di Darat sebagai mangkubumi. Gelar lain : Ratu
Agung/Ratu Lama. Beliau dimakamkan di Kampung Keraton, Martapura. Adiknya,
Pangeran Dipati Anta-Kasuma diangkat menjadi raja muda di wilayah sebelah barat
yang disebut Kerajaan Kotawaringin
6.
Sultan Saidullah
bin Sultan Inayatullah tahun 1637 – 1642
Nama
kecilnya Raden Kasuma Alam. Pemerintahannya dibantu mangkubumi pamannya
Panembahan di Darat, dilanjutkan pamannya Pangeran Dipati Anta-Kasuma, terakhir
dilanjutkan paman tirinya Pangeran Dipati Mangkubumi (Raden Halit). Gelar lain
: Wahidullah/Ratu Anum/Ratu Anumdullah. Keturunannya menjadi Raja-raja Banjar
dan Tanah Bumbu
7.
Sultan
Ri'ayatullah/Tahalidullah bin Sultan Mustainbillah tahun 1642 - 1660
Nama
kecilnya Raden Halit. Ia sebagai temporary king/badal menjadi pelaksana tugas
bagi Raden Bagus, Putra Mahkota yang belum dewasa. Sebagai Penjabat Sultan
dengan gelar resmi dalam khutbah Sultan Rakyatullah (Rakyat Allah).
Pemerintahannya dibantu mangkubumi keponakan tirinya Pangeran Mas Dipati bin
Pangeran Dipati Antasari. Gelar lain : Pangeran Dipati Tapasena/Pangeran
Mangkubumi/Panembahan Sepuh/Tahalidullah/Dipati Halit.
Pada
tahun 1663 ia dipaksa menyerahkan tahta kepada kemenakannya Pangeran Dipati
Anom II/Sultan Agung yang berpura-pura akan menyerahkan tahta kepada Putra
Mahkota Raden Bagus tetapi ternyata untuk dirinya sendiri yang hendak menjadi
Sultan.
8.
Sultan Amrullah
Bagus Kasuma bin Sultan Saidullah tahun 1660 – 1663
Nama
kecilnya Raden Bagus. Masa pemerintahannya sering ditulis tahun 1660-1700. Pada
tahun 1660-1663 ia diwakilkan oleh Sultan Rakyatullah dalam menjalankan
pemerintahan karena ia belum dewasa. Pada tahun 1663 paman tirinya Pangeran
Dipati Anom II/Sultan Agung merampas tahta dari Sultan Rakyatullah, yang
semestinya dirinyalah sebagai ahli waris yang sah sebagai Sultan Banjar
berikutnya. Sementara itu ia telah dilantik oleh Pangeran Tapasena/Sultan
Rakyatullah dengan gelar Sultan Amrullah Bagus Kasuma.
Tahun
1663-1679 ia sebagai raja pelarian yang memerintah dari pedalaman Alay. Amirullah Bagus Kesuma memegang
kekuasaan hingga 1663, kemudian Pangeran Adipati Anum (Pangeran Suriansyah)
merebut kekuasaan dan memindahkan kekuas aan ke Banjarmasin
9.
Sultan
Agung/Pangeran Suryanata II bin Sultan Inayatullah tahun 1663 - 1679
Nama
kecilnya Raden Kasuma Lalana. Mengkudeta/mengambil hak kemenakannya Raden Bagus
sebagai Sultan Banjar. Ia dengan bantuan suku Biaju, memindahkan pusat
pemerintahan ke Sungai Pangeran (Banjarmasin). Pemerintahannya dibantu
mangkubumi sepupunya Pangeran Aria Wiraraja, putera Pangeran Ratu.
Sebagai
raja muda ditunjuk adik kandungnya, Pangeran Purbanagara. Ia berbagi kekuasaan
dengan paman tirinya Pangeran Ratu (Sultan Rakyatullah) yang kembali memegang
pemerintahan Martapura sampai mangkatnya pada 1666. Gelar lain : Pangeran
Dipati Anom II.
10.
Sultan Amrullah
Bagus Kasuma bin Sultan Saidullah tahun 1679 - 1700
Sempat
lari ke daerah Alay (1663-1679) kemudian menyusun kekuatan dan berhasil
membinasakan pamannya tirinya Sultan Agung/Ratu Lamak beserta anaknya Pangeran
Dipati/Ratu Agung (Raja negeri Nagara), kemudian naik tahta kedua kalinya.
Saudara tirinya Pangeran Dipati Tuha (Raden Basus) diangkat sebagai Raja Tanah
Bumbu dengan wilayah dari Tanjung Aru sampai Tanjung Silat.
11.
Sultan
Tahmidullah I/Sultan Surya Alam bin Sultan Tahlilullah/Sultan Amrullah tahun 1700 – 1734
Tahmidullah
I memiliki dua putera dewasa, yang tertua adalah Sultan Il-Hamidullah/Sultan
Kuning dan yang kedua Sultan Sepuh. Gelar lain Tahmidullah I adalah Panembahan
Kuning. Mangkubumi dijabat oleh adiknya Panembahan Kasuma Dilaga
12.
Panembahan
Kasuma Dilaga bin Sultan Amrullah tahun
1717-1730
13. Sultan Hamidullah/Sultan Ilhamidullah/Sultan Kuning
bin Sultan Tahmidullah I tahun 1730-1734
Gelar
lain : Sultan Kuning. atau Pangeran Bata Kuning. Panglima perang dari La
Madukelleng menyerang Banjarmasin pada tahun 1733
14. Sultan Tamjidullah I bin Sultan Tahlilullah
tahun 1734 - 1759
Gelar
lain: Sultan Sepuh/Panembahan Badarulalam. Bertindak sebagai wali Putra Mahkota
Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah yang bergelar Ratu Anom yang belum dewasa.
Tamjidullah I yang bergelar Sultan Sepuh ini berusaha Sultan Banjar tetap
dipegang pada dinasti garis keturunannya. Adiknya Pangeran Nullah dilantik
sebagai mangkubumi. Tamjidullah I mangkat 1767.
15. Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah bin Sultan
Il-Hamidullah/Sultan Kuning tahun 1759 - 1761
Menggantikan
mertuanya Sultan Sepuh/Tamjidullah I sebagai Sultan Banjar. Setelah itu Sultan
Sepuh tidak lagi memakai gelar Sultan tetapi hanya sebagai Panembahan. Sebagai
mangkubumi adalah Pangeran Nata dengan gelar Ratu Dipati, putera Sultan Sepuh.
Gelar
lain : Sultan Muhammadillah/Sultan Aminullah/Muhammad Iya'uddin
Aminullah/Muhammad Iya'uddin Amir ulatie ketika mangkat anak-anaknya masih
belum dewasa, tahta kerajaan kembali dibawah kekuasaan Tamjidillah I tetapi
dijalankan oleh anaknya Pangeran Nata Dilaga sebagai wali Putra Mahkota.
16. Sunan Nata Alam bin Sultan Tamjidullah I tahun 1761 - 1801
Semula
sebagai wali Putra Mahkota dengan gelar Panembahan Kaharuddin Halilullah.
Pemerintahan dibantu oleh puteranya sendiri sebagai mangkubumi yaitu Ratu Anom
Ismail.
Gelar
lain : Sultan Tahmidullah II/Sunan Nata Alam (1772)/Pangeran Nata
Dilaga/Pangeran Wira Nata/Pangeran Nata Negara/Akamuddin Saidullah(1762)/Amirul
Mu'minin Abdullah(1762)/Sunan Sulaiman Saidullah I(1787)/Panembahan Batu
(1797)/Panembahan Anom. Mendapat bantuan VOC untuk menangkap Pangeran Amir bin
Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang menuntut tahta dengan bantuan suku
Bugis-Paser yang gagal, kemudian Pangeran Amir menjalin hubungan dengan suku
Bakumpai dan akhirnya ditangkap Kompeni Belanda 14 Mei 1787, kemudian
diasingkan ke Srilangka. Sebagai balas jasa kepada VOC maka dibuat perjanjian
13 Agustus 1787 yang menyebabkan Kesultanan Banjar menjadi vazal VOC atau
daerah protektorat, bahkan pengangkatan Sultan Muda dan mangkubumi harus dengan
persetujuan VOC.
Sultan
Tahmidullah II mempunyai saudara perempuan bernama Ratu Laiya yang menikah
dengan Sultan Muhammad dari Sumbawa. Pangeran Nata Dilaga sebagai wali putera Sultan Muhammad
Aliuddin yang belum dewasa tetapi memegang pemerintahan dan bergelar Sultan
Tahmidullah
17. Sultan Sulaiman al-Mutamidullah/Sultan Sulaiman
Saidullah II bin Tahmidullah II tahun 1801 -
1825
Mendapat
gelar Sultan Muda atau Pangeran Ratu Sultan Sulaiman sejak tahun 1767 ketika
berusia 6 tahun. Dibantu oleh Pangeran Mangku Dilaga dengan gelar Ratu Anom
Mangku Dilaga sebagai mangkubumi (dihukum bunuh karena merencanakan kudeta),
dilanjutkan puteranya sendiri Pangeran Husin dengan gelar Pangeran Mangku Bumi
Nata. Sultan Sulaiman digantikan anaknya Sultan Adam.
Keturunannya
menjadi Sultan Banjar dan raja-raja Kusan, Batulicin dan Pulau Laut. Hindia
Belanda jatuh ke tangan Inggris, tetapi Inggris melepaskan kekuasaannya di
Banjarmasin. Kemudian Hindia Belanda datang kembali ke Banjarmasin untuk
menegaskan kekuasaannya.
18. Sultan Adam Al-Watsiq Billah bin Sultan Sulaiman
al-Mutamidullah
tahun 1825 - 1857
Baginda
Sultan Adam mendapat gelar Sultan Muda sejak tahun 1782. Pemerintahannya
dibantu adiknya Pangeran Noh dengan gelar Ratu Anum Mangku Bumi Kencana sebagai
mangkubumi yang dilantik Belanda pada 1842, dan Pangeran Abdur Rahman sebagai
Sultan Muda. Ketika mangkatnya terjadi krisis suksesi dengan tiga kandidat
penggantinya yaitu Pangeran Prabu Anom, Pangeran Tamjidullah II dan Pangeran
Hidayatullah II, Belanda sebelumnya sudah mengangkat Tamjidullah II sebagai
Sultan Muda sejak 8 Agustus 1852 juga merangkap jabatan mangkubumi dan kemudian
menetapkannya sebagai sultan Banjar, sehari kemudian Tamjidullah II
menandatangani surat pengasingan kandidat sultan lainnya pamannya sendiri
Pangeran Prabu Anom yang diasingkan ke Bandung pada 23 Februari 1858.
Tahun 1853 Sultan Adam sudah mengutus surat ke
Batavia agar pengangkatan Tamjidullah II dibatalkan. Tahun 1855 Sultan Adam
melantik puteranya Pangeran Prabu Anom sebagai Raja Muda. Sultan Adam sempat
membuat surat wasiat yang menunjuk cucunya Hidayatullah II sebagai Sultan
Banjar penggantinya, inilah yang menjadi dasar perlawanan segenap bangsawan
terhadap Hindia Belanda
19. Sultan Tamjidullah II al-Watsiqu Billah bin Pangeran
Ratu Sultan Muda Abdur Rahman bin Sultan Adam 1857 - 1859
Sejak
1851 ia dilantik Belanda sebagai mangkubumi menggantikan Ratu Anom Mangku Bumi
Kencana yang meninggal dunia, kemudian tahun 1852 menjadi Sultan Muda
menggantikan ayahnya Pangeran Abdurrahman yang meninggal dunia 5 Maret 1852,
walaupun pelantikan ini tidak disetujui kakeknya Sultan Adam.
Pada
3 November 1857 Tamjidullah II diangkat Belanda menjadi Sultan Banjar, padahal
ia anak selir meskipun ia sebagai anak tertua dan kemudian Belanda mengangkat
Hidayatullah II sebagai mangkubumi. Ia memiliki tanah lungguh di Kota
Banjarmasin karena itu sebagian rakyat dan ulama Banjarmasin mendukungnya.
Banjarmasin menurut tradisi berada di bawah putera tertua Sultan.
Pengangkatan
Tamjidullah II ditentang segenap bangsawan karena menurut wasiat semestinya
Hidayatullah II sebagai Sultan karena ia anak permaisuri. Pada 25 Juni 1859,
Hindia Belanda memakzulkan Tamjidullah II sebagai Sultan Banjar kemudian
mengirimnya ke Bogor.
Gambar :
Sultan Pangeran Hidayatullah
|
20. Sultan Hidayatullah Khalilullah bin Pangeran Ratu
Sultan Muda Abdur Rahman bin Sultan Adam tahun 1859 – 1862
Nama
kecilnya adalah Gusti Andarun, kemudian sebagai mangkubumi ia memakai gelar
Pangeran Hidayatullah. Sesuai wasiat Sultan Adam ia sebagai Sultan Banjar
penggantinya. Pada 9 Oktober 1856 ia
dilantik Belanda sebagai mangkubumi tetapi diam-diam ia menjadi oposisi
Tamjidullah II, misalnya dengan mengangkat Adipati Anom Dinding Raja (Jalil)
sebagai tandingan Raden Adipati Danu Raja yang berada di pihak Belanda/Sultan
Tamjidullah II.
Pangeran Hidayatullah II memiliki tanah
lungguh meliputi Alai, Paramasan, Amandit, Karang Intan, Margasari dan Basung.
Perjuangan Sultan Hidayatullah II dibantu oleh tangan kanannya Demang Lehman
yang memegang pusaka kerajaan Keris Singkir dan Tombak Kalibelah. t
Ketika
berada di Banua Lima pada bulan September 1859, ia dilantik di Amuntai oleh
rakyat Banua Lima sebagai Sultan Banjar, dan Pangeran Wira Kasuma sebagai
mangkubumi. Pelantikan ini untuk memenuhi angan-angan rakyat Banua Lima
walaupun bersifat marjinal karena pada dasarnya seluruh wilayah berada dalam
kekuasaan Belanda. Penobatanya ini
pada umumnya disetujui pula oleh rakyat yang berada di Banua Lima maupun di
luar Banua Lima. Pada tanggal 11 Juni 1860, Residen I.N. Nieuwen Huyzen
mengumumkan penghapusan Kesultanan Banjar yang kelak digantikan oleh pemerintahan
seorang regent untuk wilayah Martapura yaitu Pangeran Jaya Pamenang dan regent
untuk Banua Lima yaitu Raden Adipati Danu Raja. Sultan Hidayatullah II pada 2
Maret 1862 dibawa dari Martapura dan diasingkan ke Cianjur
21.
Pangeran
Antasari bin Pangeran Mashud bin Sultan Amir bin Sultan Muhammad Aliuddin
Aminullah
tahun 1962.
Pada
14 Maret 1862, yaitu setelah 11 hari Pangeran Hidayatullah II diasingkan ke
Cianjur diproklamasikanlah pengangkatan Pangeran Antasari sebagai pimpinan
tertinggi dalam kerajaan Banjar dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul
Mukminin. Khalifah ini dibantu Tumenggung Surapati sebagai panglima perang.
Pusat perjuangan di Menawing, pedalaman Barito, Murung Raya, Kalteng.
Dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional, wafat 11 Oktober 1862 di kampung
Sampirang, Bayan Begak, Puruk Cahu, karena penyakit cacar. Dimakamkan kembali
11 November 1958 di Komplek Makam Pangeran Antasari, Banjarmasin.
22. Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari tahun 1862 -
1905
Sebagai
kepala Pemerintahan Pagustian meneruskan perjuangan ayahnya, Pangeran Antasari
melawan kolonial Belanda dengan dibantu kakaknya Panembahan Muda/Gusti Muhammad
Said sebagai mangkubumi dan Panglima Batur sebagai panglima perang. Ia melantik
menantunya Pangeran Perbatasari bin Panembahan Muhammad Said sebagai Sultan
Muda.
Pangeran
Perbatasari tertangkap di daerah Pahu, Kutai Barat dan dibuang ke Kampung Jawa
Tondano. Sultan Muhammad Seman sempat mengirim Panglima Bukhari ke Kandangan
untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Muhammad Seman gugur pada 24
Januari 1905 ditembak Belanda yang mengakhiri Perang Banjar dan banyak para
pahlawan pejuang yang tertangkap, Pangeran Aminullah (menantu Pangeran Prabu
Anom) dibuang ke Surabaya, Ratu Zaleha diasingkan ke Bogor, keturunan
Tumenggung Surapati yang tertangkap diasingkan ke Bengkulu, dan sebagai penerus
Sultan Muhammad Seman adalah Gusti Berakit.
Setelah dikalahkannya Sultan
Muhammad Seman oleh Belanda pada tahun 1905, praktis seluruh wilayah Kerajaan
banjar jatuh ke tangan Belanda dan Kerajaan Banjar runtuh. Akan tetapi semangat
yang dikobarkan pejuang perang Banjar melalui sumpah perjuangan "haram
manyarah waja sampai kaputing" benar-benar memberikan semangat untuk
mempertahankan Kerajaan Banjar. Walaupun akhirnya jatuh ke tangan belanda juga,
kita mesti menghargai perjuangan para pejuang yang telah mengorbankan segalanya
untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Kota Banjarmasin yang sekarang adalah
bukti sejarah hasil perjuangan Sultan Suriansyah dan pengikutnya
Negeri Banjar menjadi
sepenuhnya di bawah pemerintahan Residen Belanda dilanjutkan Gubernur Haga,
Pimpinan Pemerintahan Civil, Pangeran Musa Ardi Kesuma (Ridzie Zaman Jepang),
Pangeran Muhammad Noor (Gubernur Kalimantan I), sekarang menjadi Provinsi
Kalimantan Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar