Sekilas
tentang Sultan Hidayatullah Al-watsiq billah dalam Perang Banjar.
Pangeran
Hidayatullah diangkat menjadi Sultan Banjar berdasarkan Surat Wasiat Kakek
beliau Sultan Adam. Pengangkatan ini dilakukan karena ayah Pangeran
Hidayatullah, Sultan Muda Abdurrahman wafat.
Lahir
di Martapura pada tahun 1822 M, di-didik secara Islami dipesantren Dalam Pagar
Kalampayan ( Didirikan oleh Syekh Muhammad Arsyad Al-banjari, salah seorang
tokoh Agama Islam di Nusantara ) sehingga memiliki ilimu kepemimpinan serta
keagamaan yang cukup tinggi untuk kemudian dipersiapkan menjadi Sultan.
Sebelum
menjadi Sultan sempat menduduki jabatan sebagai Mangkubumi kesultanan pada
tahun 1855 M. Pada saat itu jabatan Mangkubumi diangkat oleh Kolonial Belanda
dengan persetujuan Sultan Adam. Dengan menduduki jabatan tersebut maka Pangeran
Hidayatullah bisa lebih memahami & menyelami kondisi Kesultanan maupun
rakyat Banjar, serta mengetahui kekuatan dan kelemahan kolonial Belanda (spionase),
hal tersebut sangat berguna untuk persiapan perang.
Akibat
campur tangan berulang-ulang pihak Belanda dalam pemerintahan Kesultanan,
pemaksaan monopoli perdagangan, konsesi-konsesi pertambangan yang sepihak,
serta kuatnya misi kaum nasrani ( Zending ) yang masuk kedalam benua banjar
dengan dukungan tentara Hindia Belanda, maka mengakibatkan kebencian rakyat
yang sangat mendalam. Perselisihan-persilisihan itu telah sangat lama terjadi,
semenjak Kesultanan dipimpin oleh Sultan Suriansyah (~ 1600 M).
Kebencian
yang tak dapat lagi didiamkan, harus di tuntaskan, Sultan dan Rakyat bersatu
untuk mengadakan perang Jihad Fisabilillah.
Sebelum
dan ketika perang Sultan mengangkat beberapa Panglima perang karena luasnya
areal medan pertempuran. Dari sebelah barat, Kesultanan Sambas, Sampit, Sangau,
Kotawaringin, Pagatan bahkan jauh ke timur Kesultanan Pasir maupun Kesultanan
Kutai dll. Dipersiapkan oleh Pangeran Hidayatullah sebagai areal perang maupun
penyokong Perang Banjar .
Beberapa
kutipan dari buku-buku karya Hindia Belanda.
“
Hidayat telah merencanakan dan mempersiapkan
pemberontakan yang kemudian akan meluas diseluruh kerajaan “.
“ ….. Loera
housin telah menerima dari Hidayat batu permata untuk menghasut penduduk daerah
itu melawan gubernemen “.
“ ….. Hidayat
sebulan yang lalu berada di gunung Batu Tiris telah mengadakan rapat akbar yang
dihadiri para kepala “.
“ ….. seorang
bernama Doelmatalip di Nagara telah menerima sepucuk surat dari Hidayat guna
memanggil rakyat untuk melakukan perang Sabil “. (De Bandjermasinsche Krijg hal
14,20,31 & 71)
Pengangkatan
salah satu pimpinan perangnya seperti berikut ;
“ Surat Seruan
Pangeran Hidajatoellah ;
Dengan
ini saya menganugrahkan kepada seorang rakyat bernama Gamar gelar Tumenggung
Cakra Yuda dan dengan ini pula memperkenankan kepadanya melakukan Perang
Sabilullah untuk menegakkan kejayaan agama dan ajaran Nabi Muhammad Rasululloh
SAW.
Selanjutnya
saya memaklumkan, bahwa pengangkatan ini tidak dapat diubah lagi, sehingga
dengan demikian Tuan dapat mengadakan musyawarah atau persetujuan dengan Mufti
Muhammad Cholid (mufti gubernemen ), Mufti Abdul Jalil, Pangulu Machmud (
pengulu gubernemen Martapura ), Tuan Chalifah Idjra-ie ( bertugas melakukan
penyumpahan para saksi di Mahkamah Militer di Martapura ), semua haji yang di
Dalam Pagar ( tempat tinggal para ulama ) dan yang ada di mana-mana dan semua
kepala didalam perang ini disamping semua penduduk kampung, baik lelaki maupun
perempuan, yang masih terikat kepada Al Khaliq dan Rasulnya.
Bilamana
ada diantara mereka yang tidak memperhatikan atau ada yang menentang peraturan
yang telah saya keluarkan, maka saya memperkenankan kepada Tuan untuk
menghukumnya sampai mati dengan jalan dipancung kepalanya dan menghancurkan
harta bendanya.
Dalam
hal Tuan tidak melaksanakan kemauan saya ini dengan seksama dan tidak memperhatikan
semua perintah yang telah saya keluarkan dengan persetujuan orang tua saya ,
maka Tuan dan seluruh keturunan Tuan selama lamanya akan terkutuk.
Saya
memohon semoga Yang Maha Kuasa akan memperkenankan harapan saya oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Dan
dari Dayak Dari, Dayak Dusun (Tanah Dusun) dan Dayak Biajau menyerang dan
menghancurkan Martapura. Oleh karena yang disebut diatas masih orang kafir
(belum Islam) maka akan merupakan suatu kebajikan apabila mereka ikut
menghancurkan musuh-musuh Nabi .
Surat
ditulis Pangeran Hidajatoellah tanggal 22 Jumadil Awal 1277 / 10 Desember 1860
ditandatanganinya dan juga oleh Pangeran Wira Kusumah (masing-masing cap dan
Pangeran Hidajatoellah dengan cap Sulthan).
Surat
itu diperlihatkan oleh Gamar kepada Resident ketika ia ditangkap oleh Belanda.
(De Bandjarmasinsche Krijg halaman 162 & 163) ”.
Setelah
Pengangkatan-pengangkatan dan persiapan-persiapan yang matang maka
dikobarkanlah Perang Banjar pada tanggal 28 April 1859 dengan semboyan Beatip
Beamal Fisabilillah secara serempak.
Jalannya
peperangan terekam dalam beberapa tulisan berikut;
“
Sambil bertandak dan berdoa mereka menerobos sampai 10 langkah dari carre` (
formasi tempur berbentuk persegi empat ); meriam houwitser diisi lagi. “Tembak
!!” , kedengaran dari mulut komandan, akan tetapi baik pipa houwitser maupun
beberapa bedil macet. Beberapa orang musuh sekarang datang melalui houwitser
masuk kedalam carre’: dengan pemimpinnya yang berpakaian kuning di muka sekali.
Kopral Smit mendapat tusukan tombak pada saat akan memasang lagi isian bedil;
van Halderen mendapat dua sabetan klewang yang mematikan pada saat akan
memasang lagi pipa yang baru. Pistol kepunyaan van der Heijden juga macet,
ketika ia akan menembak kepala penyerbu itu. Kepala yang gagah berani ini telah
menerjangnya dan akan menekankan ujung tombak ke dadanya. Koch segera melompat,
menangkis dengan pedang tusukan itu, akan tetapi ia sendiri terpanggang tusukan
tombak dan keris, dan jatuh tersungkur”. (De Bandjermasinsche Krijg hal. 205)
“
Tentara (Hindia Belanda) telah mempertahankan kehormatan namanya, banyak
perwira dan prajurit telah menunjukan keluarbiasaanya, banyak yang mengucurkan
darahnya, banyak yang mengorbankan nyawanya.
Celakanya,
terlalu sering !
Barisan
menjadi tipis, rumah-rumah sakit dan kapal-kapal pengangkut diisi penuh
prajurit yang kelelahan karena perang.
Terlalu
sering kita ini wajib mengganti pasukan, dan menggantikannya dengan yang baru,
yang didatangkan dari Jawa; bahkan demikian seringnya, sehingga kita dalam melukiskan
jalannya peperangan segera berhenti memuat semua mutasi !!!”. (De
Bandjermasinsche Krijg hal. 395 )
Perang
yang tidak berkesudahan, kekalahan yang terus menerus, kematian prajurit maupun
pimpinan tentara Hindia Belanda yang tiada henti, sungguh membuat bingung,
lelah dan frustasi, sehingga dipersiapkanlah cara-cara yang sangat keji dan
licik. Sebuah tipu muslihat yang sangat tidak pantas dipersiapkan untuk
memperoleh suatu kemenangan dalam peperangan.
Penipuan
itu dimulai dengan ditangkapnya Ratu Siti , Ibunda Sultan Hidayatullah,
kemudian Pihak Belanda menulis surat atas nama Ratu Siti kepada Sultan, agar
mengunjungi beliau sebelum dihukum gantung oleh Pihak Belanda. Surat tersebut
tertera cap Ratu Siti…, padahal semua itu hanya rekayasa & tipuan tanpa
pernah Ratu Siti membuat surat tersebut. Ketika bertemu dengan Ibunda Ratu Siti
ditangkaplah Sultan Hidayatullah dan diasingkan ke Cianjur. Penangkapannya
dilukiskan pihak belanda :
“
Pada tanggal 3 Maret 1862 diberangkatkan ke Pulau Jawa dengan kapal perang ‘Sri
Baginda Maharaja Bali’ seorang Raja dalam keadaan sial yang dirasakannya
menghujat dalam, menusuk kalbu karena terjerat tipu daya. Seorang Raja yang
pantas dikasihani daripada dibenci dan dibalas dendam, karena dia telah
terperosok menjadi korban fitnah dan kelicikan yang keji setelah selama tiga
tahun menentang kekuasaan kita (Hindia Belanda) dengan perang yang berkat
kewibawaanya berlangsung gigih, tegar dan dahsyat mengerikan. Dialah Mangkubumi
Kesultanan Banjarmasin yang oleh rakyat dalam keadaan huru-hara dinobatkan
menjadi Raja Kesultanan yang sekarang telah dihapuskan (oleh kerajaan Hindia
Belanda), bahkan dia sendiri dinyatakan sebagai seorang buronan dengan harga f
1000,- diatas kepalanya.
Hanya
karena keberanian, keuletan angkatan darat dan laut (Hindia Belanda) dia
berhasil dipojokan dan terpaksa tunduk.
Itulah
dia yang namanya :
Pangeran Hidajat Oellah
Anak
resmi Sultan muda Abdul Rachman.
(
Buku Expedities tegen de versteking van Pangeran Antasarie, gelegen aan de
Montallatrivier. Karya J.M.C.E. Le Rutte halaman 10).
Dengan
penangkapan Sultan ini maka berakhirlah peperangan besar yang terjadi,
peperangan yang terjadi berikutnya dilukiskan oleh tentara Hindia Belanda
sebagai pemberontakan-pemberontakan kecil.
“Dengan
Hidayat, pengganti sah dari Sultan Adam, rakyat yang memberontak itu kehilangan
tonggak penunjangnya; dengan Hidayat, pemimpin Agama, para pemimpin agama
kehilangan senjata yang paling ampuh untuk menghasut rakyat; oleh kepergian
Hidayat, hilanglah semua khayalan untuk memulihkan kembali kebesaran dan
kekuasaan Kerajaan Banjar, dengan kepergian Hidayat maka pemberontakan memasuki
tahap terakhir” (De Bandjermasinsche krijg hal. 280)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar