Surat Wasiat Sultan Adam Untuk Pangeran
Hidayatullah
Surat di samping merupakan
tulisan tangan dalam huruf arab berbahasa Melayu Banjar.
Bismillahirrahmannirrohim
Asyhadualla
ilaha ilalloh naik saksi aku tiada Tuhan lain yang di sembah dengan
se-benar2nya hanya Allah
Wa asyhaduanna
Muhammad- arasululloh naik saksi aku Nabi Muhammad itu se-benar2nya pesuruh
Allah Ta’ala
Dan kemudian
dari pada itu aku menyaksikan kepada dua orang baik2 yang memegang hukum agama
Islam yang pertama Mufti Haji Jamaludin yang kedua pengulu Haji Mahmut serta
aku adalah didalam tetap ibadahku dan sempurna ingatanku.
Maka adalah aku
memberi kepada cucuku Andarun bernama Pangeran Hidayatullah suatu desa namanya
Riyam Kanan maka adalah perwatasan tersebut dibawah ini ;
Mulai di Muha
Bincau terus di Teluk Sanggar dan Pamandian Walanda dan Jawa dan terus di
Gunung Rungging terus di Gunung Kupang terus di Gunung Rundan dan terus di
Kepalamandin dan Padang Basar terus di Pasiraman Gunung Pamaton terus di Gunung
Damar terus di Junggur dari Junggur terus di Kala’an terus di Gunung Hakung
dari Hakung terus di Gunung Baratus, itulah perwatasan yang didarat.
Adapun
perwatasan yang di pinggir sungai besar maka adalah yang tersebut dibawah ini;
Mulai di Teluk
Simarak terus diseberang Pakan Jati terus seberang Lok Tunggul terus Seberang
Danau Salak naik kedaratnya Batu Tiris terus Abirau terus di Padang Kancur dan
Mandiwarah menyebelah Gunung Tunggul Buta terus kepada pahalatan Riyam Kanan
dan Riyam Kiwa dan Pahalatan Riyam Kanan dengan tamunih yaitu Kusan.
Kemudian aku
memberi Keris namanya Abu Gagang kepada cucuku.
Kemudian lagi
aku memberi pula suatu desa namanya Margasari dan Muhara Marampiyau dan terus
di Pabaungan kaulunya Muhara Papandayan terus kepada desa Batang Kulur dan desa
Balimau dan desa Rantau dan desa Banua Padang terus kaulunya Banua Tapin.
Demikianlah yang
berikan kepada cucuku adanya.
Syahdan maka
adalah pemberianku yang tersebut didalam ini surat kepada cucuku andarun
Hidayatullah hingga turun temurun anak cucunya cucuku andarun Hidayatullah
serta barang siapa ada yang maharu biru maka yaitu aku tiada ridho dunia
akhirat.
Kemudian aku
memberi tahu kepada sekalian anak cucuku dan sekalian Raja-raja yang lain dan
sekalian hamba rakyatku semuanya mesti me-Rajakan kepada cucuku andarun
Hidayatullah ini buat ganti anakku Abdur Rahman adanya.
Syair Sejarah
Negaradipa
Syair
sejarah ini disunting dari buku Syair Sejarah Kerajaan Negaradipa di Kalimantan
Selatan yang disusun oleh Nadir Adransyah,BA dan Drs.Syarifuddin R. Terbitan
Taman Budaya Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 1997. Negaradipa adalah nama
kerajaan cikal bakal dari Kerajaan Banjar. Di dalam syair ini digambarkan
bagaimana awal kedatangan pendiri kerajaan ke tanah Kalimantan sampai
berdirinya kerajaan, disertai cerita menarik lainnya yang berhubungan dengan
legenda yang ada di Negaradipa.
Bermula kalam kami tuliskan
Segenap pikiran dicurahkan
Untuk menyusun syair kesejarahan
Merangkai kejadian secara berurutan
Adapun
nama syair yang dituliskan
Kerajaan
Negaradipa di Kalimantan Selatan
Sebagai
bahan pengetahuan
Untuk
Saudara, Kawan sekalian
Walaupun
bukti sejarah Kalimantan Selatan
Tidak
berupa benda bertuliskan
Namun
bekas kerajaan dapat dibuktikan
Menurut
penelitian para sejarawan
Undang-Undang Sultan Adam
Perkara 6:
“Mana-mana
perempuan jang hendak minta pasahkan nikahnja lawan lakinja maka hakim
koesoeroeh mamariksa apa-apa ekral bini-bini itoe padahakan kajah diakoe“
Dikeluarkannya
undang-undang ini masih mengatur tentang perkawinan rakyat kerajaan Banjar.
Pasal ini mempunyai maksud apabila ada seorang perempuan yang sudah menikah dan
suaminya masih hidup akan tetapi ingin membatalkan pernikahannya itu, maka
sultan memerintahkan agar hakim menyelidiki terlebih dahulu masalah yang
melatarbelakangi perbuatan perempuan tersebut.
Pasal
ini mengandung keadilan bagi semua pihak, laki-laki maupun perempuan serta
sikap sultan yang tidak ingin memudahkan masalah perceraian karena dalam Islam sangat
dianjurkan untuk melakukan rujuk terlebih dahulu. Setelah masalah yang
melatarbelakanginya jelas diselidiki oleh hakim maka akan dilaporkan kepada
sultan.
Perkara
5:
“Tiada
koebarikan sekalian orang menikahkan perempoean dengan taklik kepada madjahab
jang lain daripada jang madjahab Syafei maka siapa jang berhadjatkan bataklid
pada menikahkan perempoean itoe bapadah kajah diakoe dahoeloe“
Perkara
ini juga mengatur masalah perkawinan yang terjadi di wilayah kerajaan. Maksud
dari perkara ini adalah bagi yang ingin menikah tidak boleh berlainan mazhab
selain mazhab Syafei. Apabila terjadi juga maka harus dilaporkan terlebih
dahulu kepada Sultan. Dari perkara ini bisa dilihat bahwa pada masa itu mazhab
Syafei menjadi mazhab resmi kerajaan sehingga ketentuan yang diambil selain
dari mazhab Syafei menyebabkan tidak sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan.
Perkara
4:
” Siapa-siapa
jang hendak nikah kepada hakim koesoeroeh orang jang terlebih adil didalam
kampoeng itoe membawanja kepada hakim sekoerang-sekoerangnja doea orang lamoen
kadada seperti itoe djangan dinikahkan “
Perkara
ini mengatur perkawinan menurut hukum Islam. Barangsiapa yang ingin menikah
harus datang melapor kepada hakim dengan membawa dua orang saksi dari
kampungnya yang dianggap adil. Kalau tidak dipenuhi persyaratan itu maka tidak
boleh dinikahkan. Sesuai hukum Islam, Sultan Adam menganggap pernikahan sebagai
sebuah lembaga yang suci dan tidak boleh dilakukan secara sembarangan.
Perkara
3:
” Tiap-tiap
tatoeha kampung koesoroehkan memadahi anak boehnja dengan bermoefakat,
astamiwah lagi antara berkarabat soepaja djangan djadi banjak bitjara dan
pembantahan”
Satu
lagi perkara yang memberikan tuntunan kepada tetuha kampung agar lebih
mengedapankan cara-cara bermusyawarah dan bermufakat dalam memecahkan berbagai
permasalahan yang ada di kampungnya. Sultan Adam ingin membawa kedamaian sampai
ke lapisan masyarakat terbawah melalui perkara bermusyawarah ini. Selain itu
untuk menegakkan prinsip keadilan dalam kehidupan bernegara.
Perkara 2-
“Tiap-tiap
tatoeha kampoeng koesoeroeh baoelah langgar soepaja didirikan mereka itoe
sembahjang bardjoemaah pada tiap-tiap waktoe dengan sekalian anak boeahnja dan
koesoeroeh mereka itoe membawai anak-anak boeahnja sembahjang berjoemaah dan
sembahjang djoemaat pada tiap djoemaat lamoen ada njang anggan padahkan kajah
diakoe“
Dengan
diundang-undangkannya perkara ini, maka tiap tetuha kampung diwajibkan untuk
membuat sebuah langgar atau surau tempat didirikannya shalat berjamaah dan
wajib bagi setiap warga kampung untuk mengikutinya termasuk shalat Jumat. Bagi
mereka yang ingkar akan dilaporkan kepada sultan.
Perkara
ini dapat menunjukkan bahwa saat itu syariat Islam sudah dijalankan dalam
pemerintahan Sultan Adam. Campur tangan sultan dalam kewajiban shalat ini
memang telah ada sejak zaman pemerintahan Sultan Tahmidillah bin Sultan
Tamjidillah. Sanksi bagi mereka yang ingkar sangat berat, sampai pernah
dipermasalahkan oleh Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.
Perkara 1
“Adapoen perkara
jang pertama akoe soeroehkan sekalian ra’jatkoe laki-laki dan bini-bini
beratikat dalam al soenat waldjoemaah dan djangan ada seorang baratikat dengan
atikat ahal a’bidaah maka siapa-siapa jang tadangar orang jang beratikat lain
daripada atikat soenat waldjoemaah koesoeroeh bapadah kapada hakimnja, lamoen
banar salah atikatnya itoe koesoeroehkan hakim itoe menobatkan dan mengadjari
atikat jang betoel lamon anggan inja dari pada toebat bapadah hakim itu kajah
diakoe“
Sultan
Adam, sultan visionaris dari Kerajaan Banjar. Berdiri tegak di singgasananya
melihat keadaan rakyat yang bingung dan mulai kacau, hidup tanpa dilindungi
oleh undang-undang. Pikirannya melintas waktu, menyaingi orang-orang yang lahir
ribuan tahun sesudahnya, menetapkan undang-undang untuk rakyat Kerajaan Banjar.
“Pada hejrat
sanat 1251 pada hari Chamis yang kelima belas hari bulan Almuharram djam pukul
sembilan pada ketika itulah aku Sultan Adam memboeat Undang-undang pada
sekalian ra’jatku supaya djadi sempurna agama rakjatku dan atikat mereka itu
supaya djangan djadi banyak perbantahan mereka itoe dan soepaja djadi kamudahan
segala hakim menghukumkan mereka itu aku harap djuga bahwa djadi baik sekalian
hal mereka itu dengan sebab undang-undang ini maka adalah undang-undang ini
maka undang-undangku beberapa perkara“
Undang-undang
Sultan Adam pada perkara 1, ditetapkan setelah Sultan melihat begitu banyaknya
aliran dalam agama Islam yang bertentangan diajarkan di masyarakat. Oleh karena
itu Sultan menetapkan bahwa sekalian penduduk Kerajaan Banjar agar mengikut
kepada itiqad Ahlusunnah wal Jamaah berdasarkan ajaran mazhab Syafei
sebagaimana yang diajarkan ulama masa itu yaitu Syech Abu Hasan al Asy’ari dan
al Maturidi. Sultan bereaksi keras terhadap ajaran Syekh Abdul Hamid Abulung
yang mengajarkan faham Wahdatul Wujud. Karena itu apabila ada yang menganut
faham yang bertentangan dengan Ahlusunnah wal Jamaah supaya segera dilaporkan
kepada hakim setempat untuk ditobatkan dan apabila orang tersebut tidak mau
agar segera dilaporkan sendiri kepada Sultan.
Sekilas Hikayat Lambung Mangkurat
Menurut
hikayat Lambung Mangkurat, Negaradipa (cikal bakal Kerajaan Banjar) didirikan
oleh Empu Jatmika, anak saudagar Mangkubumi dari Keling. Ia meninggalkan Keling
menggunakan kapal besar bernama si Prabayaksa, diiringi oleh para pengikut
setianya Tumenggung Tatahjiwa, Arya Megatsari, dan juru bahasa Wiramartas yang
pandai berbagai macam bahasa.
Perjalanan
mereka memasuki sungai Barito dan sungai Nagara. Amanat yang dibawa oleh Empu
Jatmika dari ayahnya adalah mereka harus
menemukan tanah baru dan menetap disana apabila tanah tersebut berbau harum
seperti bau pandan. Daerah yang ditemukan adalah pertemuan sungai Nagara dengan
sungai Amuntai, disitulah mereka mendirikan sebuah candi dengan gelar Maharaja
di Candi. Negaradipa merupakan kerajaan Hindu pertama di Kalimantan Selatan
diperkirakan berdiri sekitar abad ke-13. Penduduk asli Negaradipa terdiri dari
etnis Ngaju, Maanyan, dan Bukit.
Kerajaan
Negaradipa selanjutnya berpindah menjadi Negara Daha, ini merupakan kerajaan
Hindu terakhir di Kalimantan Selatan. Kemudian pada abad 16 muncul kerajaan
Islam Banjar yang menjadi awal pesatnya perkembangan agama Islam dan kemajuan
dalam dunia perdagangan dengan Banjarmasin sebagai pusatnya. Penduduk di
Kerajaan Banjar sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur Melayu.
Teks Proklamasi Kemerdekaan di
Kalimantan Selatan
PROKLAMASI
M
e r d e k a !
Dengan
ini kami rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan, Mempermaklumkan berdirinya
pemerintahan Gubernur Tentara dari ALRI melingkupi seluruh daerah Kalimantan
Selatan menjadi bagian dari Republik Indonesia. Untuk memenuhi isi
proklamasi 17 Agustus 1945 yang ditandatangani oleh Presiden Sukarno dan
Wakil Presiden M.Hatta. Hal-hal yang bersangkutan dengan pemindahan
kekuasaan akan dipertahankan dan kalau perlu diperjuangkan sampai tetesan
darah penghabisan.
Tetap
Merdeka !
Kandangan,
17 Mei IV Rep.
a.n. Rakyat
Indonesia di Kalimantan Selatan
Gubernur
Tentara
Hassan Basry
|
Demikian
bunyi dari Proklamasi 17 Mei 1949 yang dibacakan oleh Hassan Basry. Untuk
menyatakan kepada seluruh masyarakat dan pemerintah RI serta dunia bahwa
gerilya ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan benar-benar ada dan mempunyai
kemampuan untuk menyusun suatu pemerintahan meskipun secara de facto di bawah
pemerintahan Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar