Sebelum
Kerajaan Banjar berdiri, pada masa Negaradaha jabatan raja selalu diambil silih
berganti dari pewaris yang sah (sengketa). Kerajaan Banjar memulai kembali
tradisi bahwa raja diganti oleh puteranya, sedangkan jabatan Mangkubumi
(jabatan tertinggi setelah raja) diputuskan dari rakyat biasa yang mempunyai
jasa besar terhadap kerajaan. Saudara raja dapat menjadi Adipati (raja kecil di
daerah kekuasaan/taklukan) tetapi mereka tetap di bawah Mangkubumi. Kaum
bangsawan yang bergelar Pangeran dan Raden boleh selalu ikut serta dalam sidang
membicarakan masalah negara dan ikut serta memberikan kesejahteraan bagi rakyat
Mangkubumi dalam perkembangannya disebut
juga Perdana Menteri kemudian berkembang pula sebutan Wazir, ketiga sebutan ini
memiliki tingkat jabatan yang sama hanya berbeda nama. Sebutan untuk sultan
dalam penyebutan acara resmi adalah Yang Mulia Paduka Seri Sultan. Calon pengganti
Sultan disebut Pangeran Mahkota, pada masa pemerintahan Sultan Adam disebut
Sultan Muda.
A.
Susunan
Kepemerintahan dan Jabatan di Dalam Kerajaan Banjar:
1.
Raja : bergelar Sultan
2.
Mangkubumi : mempunyai kementrian dibawahnya: Panganan,
Pangiwa,
Mantri Bumi dan 40 orang Mantri Sikap.
Setiap Mantri
Sikap mempunyai 40 orang pengawal elit.
3.
Lalawangan : Kepala Distrik kedudukannya sama dengan
kepala distrik
pada masa penjajahan Belanda.
4.
Sarawasa : Sarabumi; Sarabraja, jabatan terpisah
tetapi mempunyai
wewenang yang sama yaitu Kepala Urusan
Keraton.
5.
Mandung : Raksayuda, jabatan terpisah tetapi
mempunyai wewenang
yang sama yaitu Kepala Balai Longsari
dan Bangsal dan
Benteng.
6.
Mamagarsari : Pengapit raja saat duduk di ruangan sidang
(semacam
pasukan khusus)
7.
Parimala : ( Kepala Urusan Dagang dan Pasar);
Singataka; Singapati
(pembantu/pengawal Parimala)
8.
Sarageni : Saradipa duhung, jabatan terpisah
tetapi mempunyai tugas
sama berkuasa dalam urusan senjata (tombak,
ganjur,
tameng,
parang dll)
9.
Puspawarna : Berkuasa dalam urusan tanaman, hutan,
perikanan, ternak
dan berburu.
10.
Pamarakan : Rasajiwa, Pengurus umum tentang keperluan
pedalaman
dan pedusunan.
11.
Kadang Aji :
Ketua Balai Petani dan Perumahan; Nanang (pembantu
Kadang Aji)
12.
Wargasari : Pengurus Besar tentang persediaan bahan
makanan dan
lumbung padi, bagian kesejahteraan
rakyat.
13.
Anggarmarta : Juru Bandar (Kepala Urusan Pelabuhan)
14.
Astaprana : Juru tabuh-tabuhan, kesenian dan
kesusasteraan.
15.
Kaum Mangkumbara : Kepala urusan upacara
16.
Wiramartas : Mantri Dagang, berkuasa mengadakan hubungan
dagang
dengan luar negeri atas persetujuan sultan
17.
Bujangga : Kepala urusan bangunan rumah dan rumah
ibadah
18.
Singabana : Kepala Keamanan Umum.
B.
Jabatan-jabatan
di masa Panembahan Kacil (Sultan Mustain Billah), terdiri dari:
1.
Mangkubumi
2.
Mantri
Pangiwa dan Mantri Panganan
3.
Mantri
Jaksa
4.
Tuan
Panghulu
5.
Tuan
Khalifah
6.
Khatib
7.
Para
Dipati
8.
Para
Pryai
C.
Sistem
pemerintahan mengalami perubahan pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Watsiq
Billah. Perubahan itu meliputi jabatan :
1.
Mufti
: hakim tertinggi, pengawas
Pengadilan umum
2.
Qadi
: kepala urusan hukum agama
Islam
3.
Penghulu
: hakim rendah
4.
Lurah : langsung sebagai pembantu
Lalawangan (Kepala Distrik)
dan mengamati pekerjaan beberapa orang
Pambakal
(Kepala Kampung)
dibantu oleh Khalifah, Bilal dan Kaum.
5.
Pambakal
: Kepala Kampung yang menguasai beberapa
anak
kampung.
6.
Mantri : pangkat kehormatan untuk
orang-orang terkemuka
dan berjasa, diantaranya ada yang menjadi
kepala
desa
dalam wilayah yang sama dengan Lalawangan.
7.
Tatuha
Kampung : orang yang terkemuka di
kampung.
8.
Panakawan
: orang yang menjadi suruhan raja,
dibebas dari
Segala macam pajak dan kewajiban.
D.
Sebutan
Kehormatan :
1.
Sultan, disebut : Yang
Maha Mulia Paduka Seri Sultan
2.
Gubernur Jenderal VOC : Tuan Yang Maha Bangsawan Gubernur Jenderal.
3.
Permaisuri disebut Ratu.
4.
Anak
laki-laki raja bergelar Raden/Raden Aria - Raden yang senior mendapat gelar Pangeran dan jika menjabat
Dipati mendapat gelar berganda menjadi Pangeran Dipati. Gelar Raden kemudian
diubah menjadi Gusti.
5.
Anak
perempuan raja bergelar Gusti (= Raden
Galuh pada jaman Hindu) - Gusti yang
senior mendapat gelar Putri/Ratu. Belakangan Gusti juga dipakai untuk mengganti
gelar Raden.
6.
Seorang
Syarif (bangsawan Arab) yang menikah
dengan puteri Sultan akan mendapat gelar Pangeran Syarif, sedangkan puteri
Sultan tersebut menjadi isteri permaisuri disebut Ratu Serip (Ratu Syarif).
E.
Lapisan
Sosial Rakyat Kerajaan Banjar
Kerajaan
Banjar seperti pola lapisan sosial kerajaan lainnya di nusantara menunjukkan
pola status sosial menurut keturunan. Bentuk lapisan sosial pada waktu itu
secara besar terbagi 2 kelompok, yaitu:
1.
TUTUS
Tutus
adalah golongan keturunan dari raja. Turunan raja ini terbagi menjadi turunan
raja yang menang dan turunan raja yang kalah (dalam perebutan kekuasaan). Kedua
jenis turunan ini termasuk tutus dengan berbagai gelar kebangsawanan yang
disandangnya sesuai dengan tingkatan keturunan dan asal dari keturunan
tersebut.
Gelar-gelar
kebangsawanan yang disandang sesuai dengan tingkatan secara berurutan sebagai
berikut:
a)
Pangeran
dan Ratu (pangeran untuk turunan terdekat dengan raja jika pria, sedangkan ratu
untuk wanita)
b)
Gusti
c)
Antung
atau Raden
d)
Nanang
atau Anang
Untuk gelar
kebangsawanan dari raja yang kalah sebagai berikut:
a)
Pangeran
dan Ratu
b)
Andin
c)
Rama
Golongan
tutus inilah yang berhak untuk memegang jabatan penting dalam kerajaan serta
memiliki daerah/wilayah kekuasaan. Pada masa kerajaan, golongan tutus ini
sangat dominan pengaruhnya dalam kehidupan rakyat karena diyakini memiliki
kekuatan gaib dan kharisma yang tinggi. Gelar kebangsawanan yang diperoleh
tutus ini sifat dan fungsinya turun temurun, misalnya ayahnya bergelar Gusti
maka anak-anaknya otomatis akan mendapat gelar Gusti juga. Begitu juga jabatan
dalam kerajaan yang dipegang oleh orang tuanya akan diwariskan langsung kepada
anak.
2.
JABA
Jaba
adalah golongan rakyat biasa bukan keturunan bangsawan. Lapisan sosial ini
hidup dengan berbagai macam pekerjaan seperti pedagang, petani, tukang kayu dan
sebagainya. Golongan ini seperti teori piramida merupakan golongan terbesar
dari rakyat kerajaan Banjar.
Untuk
jaba yang memiliki prestasi bagi kerajaan, mereka akan dianugerahi oleh sultan
dengan jabatan serta gelar yang boleh dipakai selama hidup mereka. Gelar-gelar
bagi jaba yang memegang jabatan di pemerintahan adalah:
a)
Kiai
Adipati
b)
Patih
c)
Tumenggung
d)
Ronggo
e)
Kiai
f)
Demang
dan Mangku
g)
Tenarsa
h)
Lurah
atau Pambakal
i)
Panakawan/Hahawar
Ambun
Gelar
yang dimiliki oleh jaba ini hanya untuk tujuan fungsional dalam pemerintahan
kerajaan yang diberikan sultan atas jasa-jasanya, gelar untuk golongan jaba
tidak bisa diwariskan turun temurun. Misalnya ayahnya seorang Kiai Adipati yang
memiliki gelar dan wilayah, setelah orang tuanya meninggal maka anaknya tidak
dapat mewarisi gelar dan wilayahnya tersebut.
Meskipun
dalam masyarakat Kerajaan Banjar mengenal lapisan sosial, tetapi dalam hal
pernikahan tidak terlalu mengikat harus sama dari golongan atau gelar tertentu.
Hal ini sering terlihat pada lelaki jaba yang ingin menikahi wanita tutus, maka
harus diadakan penebusan yang dikenal dengan nama manabus purih atau ganti rugi
atas turunnya martabat dari wanita tutus yang akan menikah. Jika hal ini tidak
dilakukan ditakutkan pasangan itu akan mendapat katulahan (kualat) yang
mengakibatkan bencana di kemudian hari. Wanita tutus yang menikah dengan pria
jaba akan kehilangan hak waris gelar untuk anak-anaknya nanti.
F.
Suku-Suku
di Kerajaan Banjar
Ketika
Banjarmasin lahir di tahun 1526 yang merupakan lahirnya kerajaan Banjar,
penduduknya adalah campuran dari unsur Melayu, Ngaju, Maanyan, Bukit, Jawa dan
suku-suku kecil lainnya yang dipersatukan oleh agama Islam, berbahasa dan
beradat istiadat Banjar. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya dengan inti
pembentukan persatuan etnik lahir kelompok besar yaitu kelompok Banjar Kuala,
kelompok Banjar Batang Banyu, dan Kelompok Banjar Pahuluan.
Kelompok
Banjar Kuala tinggal di daerah Banjar Kuala sampai dengan Martapura, berasal
dari kesatuan etnik Ngaju. Kelompok Banjar Batang Banyu tinggal di sepanjang
Sungai Tabalong dari muaranya Sungai Barito sampai dengan Kalua, berasal dari
kesatuan etnik Maanyan. Kelompok Banjar Pahuluan tinggal di kaki pegunungan
Meratus dari Tanjung sampai Pleihari, berasal dari kesatuan etnik Bukit.
Suku lain yang
tergolong penduduk asli Kalimantan Selatan, yaitu:
1.
Suku
Maanyan, tinggal di daerah Warukin di Tabalong
2.
Suku
Dayak Dusun Deah, tinggal di Pangelak, Upau, Kinarum, Kaong, Gunung Riut,
Mangkupum, Haruai dan Muhara Uya di Tabalong
3.
Suku
Bakumpai, tinggal di daerah Marabahan dan sekitarnya di Barito Kuala
4.
Suku
Dayak Balangan, tinggal di Halong dan sekitarnya di Kabupaten Hulu Sungai
Selatan
5.
Suku
Bukit, tinggal di sepanjang pegunungan Meratus
6.
Suku
Abal, suku ini sudah punah dulunya tinggal di daerah Tabalong
7.
Suku
Lawangan di kabupaten Tabalong
Kemudian sebagai
suku pendatang:
1.
Suku
Jawa, di Tamban Barito Kuala
2.
Suku
Madura, di Madurejo Pengaron Kabupaten Banjar
3.
Suku
Bugis, di Pulau Laut dan sekitarnya di Kabupaten Kotabaru
4.
Suku
Mandar, di Pulau Laut dan sekitarnya
5.
Suku
Bajau, di Rampa Bajau Kotabaru
6.
Cina
Parit, di Kabupaten Tanah Laut di Sungai Perit Pelaihari
Penduduk pendatang dari
Sumatera, Ambon, dan lain-lain menyebar ke tiap daerah di Kalimantan Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar